Hey! I'm James Hudson
Web Designer

Visit us at

304 Elephanta Isle, Paris
10092, France

Message us

hello@beautiful.com (205) 544-6558

Profil

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Kontak kami

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini

Rapid Growth Rate
That means it’s not the sort of text you’d ever want to claim as your company’s own
Full Video Support
That means it’s not the sort of text you’d ever want to claim as your company’s own
Responsive Design
That means it’s not the sort of text you’d ever want to claim as your company’s own

Formulir Kontak

Name

Email

Pesan

Video

Dalam Buku Sarinah, Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia

Dalam Buku Sarinah, Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia.

Oleh : Sarinah Wiwin Kurniasih

Salam,
Saya mengajak kawan-kawan semua melihat pembahasan yang ada dalam karya intelektual Sukarno yakni buku “Sarinah, Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia” Saya akan sajikan review tiap BAB yang ada dalam buku tersebut.

Bab 1, Soal Perempuan.

Bab pertama buku ini diawali dengan cerita Sukarno yang bertamu ke sebuah rumah milik kenalanya. Saat Sukarno menanyakan dimana istri tuan rumah, telinga tuan rumah sedikit kemerahan dan kesukaran untuk menjawab. Lalu, tuan rumah tersebut menjawab bahwa sang istri sedang menengok bibinya yang sedang sakit. Namun disaat yang sama tanpa sengaja Sukarno melihat seorang perempuan yang mengintip dibalik kain tabir yang diyakini itu adalah istri tuan rumah. Sepulang dari rumah kenalanya, fikiran Sukarno melayang-layang memikirkan satu soal yaitu soal perempuan. Sukarno membayangkan kemerdekaan yang didapat oleh perempuan-perempuan Indonesia yang ia sebut Sarinah. KAPAN ITU ? DAN KEMERDEKAAN SEPERTI APA ?

Bab 2, Laki-laki dan Perempuan

Sukarno menuturkan laki-laki dan perempuan bahwa dalam hal bentuk dan susunan tubuh hanyalah untuk kesempurnaan tercapainya kodrat alam, yaitu tujuan mengadakan keturunan dan memelihara keturunan. Meski banyak pernyataan yang dinilai meninggikan perempuan, Sukarno membantah kalau dituduh sebagai pendukung Matriarchat. Sukarno menyatakan diri sebagai pecinta Patriarchat yang menetapkan keturunan berdasarkan garis bapak. Menurut Sukarno, dengan Patriarchat yang hanya membolehkan perempuan menjadi istri dari seorang laki-laki saja maka ketika seorang anak lahir akan jelas siapa ibu dan bapaknya. Sedang dalam hukum Matriarchat maka orang hanya dapat yakin siapa ibunya tetapi tidak yakin siapa bapaknya.
Sukarno tidak mendukung Patriarchat secara buta, ia mendukung Patriarchat yang adil, tidak menindas perempuan dan bukan merupakan bentuk dari kedzaliman laki-laki di atas perempuan. Menurutnya, salah satu tujuan dari keberadaan agama-agama adalah sebagai pengatur Patriarchat dan pengkoreksi ekses-eksesnya Patriarchat. Oleh karenanya diakhir Bab 2 ini ditutup dengan tulisan “Maha bijaksanalah Allah dan Nabi yang menetapkan Patriarchat sebagai sistem kemasyarakatan yang cocok dengan kodrat alam, tetapi maha piciklah sesuatu yang orang tak mengerti akan hikmat Patriarchat itu dan lantas membuat agama menjadi satu alat kedzaliman dan penindasan !”

Bab 3, Dari Gua ke Kota

Bab ini menjelaskan analisis secara historis tentang laki-laki dan perempuan. Periode berburu dan mencari ikan menjadikan perempuan sebagai kelompok yang ditaklukan. Laki-laki pergi berburu dan mencari ikan sementara perempuan bergantung kepada laki-laki. Perempuan hanya disuruh laki-laki untuk menjaga api siang dan malam, mencari daun, serta dibebani pekerjaan yang tidak termasuk dalam berburu dan mencari ikan, nasib perempuan kala itu sangat tersia-sia.

Fase kedua dalam kehidupan umat manusia adalah periode menanam tumbuhan atau pertanian. Perubahan cara pencaharian hidup ini membawa perubahan besar dalam nasib perempuan. Perempuan menjadi makhluk pembuat bekal hidup yang penting. Perempuan telah menjadi produsen yang berharga. Dalam perkembanganya, dialah yang menjadi induknya kultur. Dialah petani pertama dan mulai terbuka ingatanya untuk membuat rumah dan membikin berbagai perangkat hidup. Lambat laun pertanian membesar dan meningkatlah derajat perempuan. Maka perempuan adalah pembangun kultur yang pertama, begitulah Sukarno mengutip Kautsky. Fase ini melahirkan hukum keturunan menurut garis peribuan.

Datanglah fase ketiga dalam periode kehidupan manusia yang menggugurkan perempuan dari singgasananya. Lambat laun laki-laki ikut menjadi petani dan memborong segala aktifitas pertanian serta memerintah perempuan agar tinggal di rumah saja. Di zaman awal pertanian, kepemilikan hanya berupa rumah, senjata, perkakas, perahu, sedikit pakaian dan lain sebagainya. Tetapi pada fase ketiga ini ternak dan kepemilikan lainya semakin bertambah, hal ini membuat laki-laki yang kembali berkuasa mulai memikirkan hukum keturunan agar segala kepemilikan jatuh pada keturunanya. Hak keturunan dari ibu dihapuskan dan diganti hak keturunan dari bapak. Sukarno menyebutkan bahwa fase ini merupakan Revolusi Patriarchat, revolusi yang memerdekakan kaum laki-laki dengan mengorbankan kemerdekaan kaum perempuan.

Sampai zaman industri, keadaan perempuan tidak berubah. Industrialisme memang menggugurkan hukum moral dan segala anggapan bahwa kodrat perempuan  mendekam dalam rumah tangga. Namun industrialisme tidak menghancurkan tradisi perempuan sebagai kuda beban di dalam rumah tangga. Tradisi pengurungan hilang tetapi tradisi budak rumah tangga berjalan terus. Perempuan bisa bekerja di pabrik, namun ia juga harus menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum berangkat ke pabrik.

Dalam masyarakat kapitalis, perempuan memiliki kewajiban ganda yang dinilai sangat membebani. Mau melepaskan kerja dimasyarakat tidak bisa karena itu berarti hilangnya sesuap nasi dan kemerdekaan. Mau melepaskan suami dan anak-anak tidak bisa karena itu bertentangan dengan kodrat dan keinginan jiwa. Perempuan ditingkat bawahan mengalami retak jiwa dan perempuan ditingkat atasan mengalami masalah rumah tangga dan kerja dimasyarakat bukan lagi prioritasnya tetapi ia mengejar kebahagiaan dalam rumah tangga. Dari perempuan tingkat atas ini lahir aliran “neo-feminism” yang menganggap pekerjaan dimasyarakat itu “nomor dua” dan perkawinan, menjadi ibu serta memimpin keluarga itu “nomor satu”.

Bab 4, Matriarchat dan Patriarchat

Sukarno mengutip pendapat Henriette Roland Host yang mengatakan bahwa hukum peribuan tidak selalu membawa kedudukan perempuan yang lebih baik dan lebih merdeka. Di dalam suku-suku yang memakai hukum peribuan,  masih banyak perempuan yang sama sengsaranya dengan suku-suku yang memakai hukum perbapakan. Sukarno juga mengutip pendapat Rudolf Eisler yang menerangkan bahwa di dalam hukum peribuan sering sekali laki-laki mesti bekerja sebagai budak bagi perempuan. Sukarno mengatakan bahwa keadaan tersebut merupakan keadaan yang tidak sehat. Satu sistem yang memperbudak perempuan tidak sehat, demikian juga satu sistem yang memperbudak laki-laki. Yang sehat adalah satu sistem dimana laki-laki dan perempuan sama-sama merdeka.

Sukarno mengajak untuk merenungkan bahwa hukum perbapakan bukanlah satu hal adil atau tidak adil, hukum perbapakan adalah satu hukum yang perlu bagi evolusi masyarakat. Yang tidak adil bukanlah hukum perbapakan itu, melainkan ekses-ekses hukum perbapakan itu yakni kelewatbatasan-kelewatbatasan hukum perbapakan yang ada. Sukarno mengajak untuk membuat perbedaan antara Patriarchat yang melewati batas dan Patriarchat yang tidak melewati batas.

Bab 5, Wanita Bergerak

Sukarno menyebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan pergerakan perempuan yang ada di dunia sebagaimana yang terjadi di dunia barat.
Tingkatan pertama adalah keperempuanan, tingkatan kedua adalah pada umumnya pergerakan perempuan yakni pergerakan feminisme, dan tingkatan ketiga adalah pergerakan sosialisme. Ketiga tingkatan pergerakan perempuan tersebut memiliki bentuk perjuangan yang berbeda satu sama lainya.

Bentuk perjuangan tingkatan pertama berupa “menyempurnakan keperempuanan”, yang lapangan usahanya ialah seperti memasak, menjahit, berhias, memelihara anak dan sebagainya. Dengan tujuan kehadiranya didalam rumah tangga mampu dihargai dan tidak diremehkan.

Tingkat kedua yakni pergerakan feminisme yang menurut Sukarno wujudnya adalah memperjuangkan persamaan hak dengan kaum laki-laki. Tujuan akhir dari pergerakan ini adalah persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam hukum-hukum Negara maupun adat istiadat, pergerakan ini juga sering disebut sebagai emansipasi.

Tingkat ketiga yakni pergerakan sosialisme dimana di dalamnya perempuan dan laki-laki bersama-sama berjuang, bahu membahu untuk mendatangkan masyarakat sosialistis, dimana perempuan dan laki-laki sama-sama merdeka dan sejahtera.

Bab 6, Sarinah dalam Perjuangan Republik Indonesia

Setelah Sukarno menjelaskan dasar dan sampai dimana revolusi Indonesia pada bab-bab sebelumnya, pada bab terakhir ini Sukarno mengajak perempuan untuk bergerak. Beliau mengatakan bahwa “wahai perempuan Indonesia, buat engkaulah kitabku ini, buat engkaulah aku menggoyangkan pena, kadang-kadang di bawah sinar lilin sampai jauh diwaktu malam! Sadarlah, bangkitlah, berjuanglah menurut petunjuk-petunjuk yang aku berikan itu. Berjuanglah, bangkitlah yang sehebat-hebatnya sebab tidak ada orang yang dapat menolong perempuan melainkan perempuan itu sendiri! Jangan segan jerih payah, buanglah jauh-jauh tiap-tiap kuman inferioriteitcomplex! Memang perjuanganmu bukan perjuangan yang ringan, perjuanganmu adalah perjuangan raksasa. Memang tujuan yang aku gambarkan di kitab ini bukanlah tujuan kecil, melainkan tujuan yang amat besar. Tiada tujuan besar yang dapat tercapai dengan tiada jerih payah, dengan tiada mengatasi kesukaran-kesukaran, dengan tiada melakukan pengorbanan-pengorbanan.”

Bagian terakhir buku ditutup dengan tulisan Sukarno yakni “ Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang ! sekarang ikutlah serta mutlak dalam menyelamatkan republik, dan nanti jika republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Jangan ketinggalan di dalam revolusi nasional ini dari awal hingga akhir, dan jangan ketinggalan pula nanti di dalam usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Di dalam masyarakat keadilan dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi perempuan yang bahagia, perempuan yang merdeka !!!

#Merdeka
#GMNIJaya
#MarhaenMenang
Diberdayakan oleh Blogger.